Apresiasi RS Indonesia, PERSI Launching Buku Patient Safety: Harga Mati!
JAKARTA – Data yang dilansir World Health Organization (WHO) menyebutkan, pelayanan kesehatan yang tidak aman merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian dan kecacatan di dunia. Di negara-negara berpenghasilan tinggi saja, diperkirakan terdapat satu dari setiap 10 pasien yang mendapatkan bahaya saat menerima perawatan di rumah sakit. Secara global, sebanyak empat dari setiap 10 pasien mendapat insiden membahayakan dalam pelayanan kesehatan primer dan rawat jalan.
Kabar baiknya, kasus-kasus itu sebenarnya bisa dihindari, karena hingga 80% dari insiden-insiden membahayakan tersebut dapat dicegah. Fakta-fakta itu mendorong WHO mengingatkan semua pihak akan pentingnya “budaya” keselamatan pasien (patient safety).
Hal sama juga terjadi di Indonesia, dalam hal ini Kementerian Kesehatan. Bersama Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dan sejumlah stakeholders bidang kesehatan concern terhadap masalah tersebut. Setelah WHO pada 2004 mencanangkan Keselamatan Pasien, setahun kemudian, atau tepatnya 21 Agustus 2005, Menteri Kesehatan saat itu, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K), bersama Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mencanangkan Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
“Gerakan Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan upaya Kementerian Kesehatan dan PERSI mendorong pengelola rumah sakit meningkatkan mutu layanannya dengan berpatokan pada prinsip-prinsip keselamatan pasien,” kata dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MH.Kes., FISQua, ketua pertama organisasi nasional di bidang keselamatan pasien di Indonesia PERSI tahun 2005, saat launching buku berjudul Patient Safety: Harga Mati, Sabtu (21/08/2021). Pada tahun, 2021, PERSI berubah menjadi Institut Keselamatan Pasien Rumah Sakit (IKPRS).
Nico meneruskan, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien, disebutkan Keselamatan Pasien merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman. Lahirnya peraturan ini, juga peraturan-peraturan serupa sebelumnya, terjadi karena masih tingginya insiden keselamatan pasien yang sebenarnya bisa dicegah. Ini tidak hanya di Indonesia, di seluruh dunia pun mengalami hal serupa.
Menurut Nico, sejak 2019 WHO mengkampanyekan keselamatan pasien melalui World Patient Safety Day. Dalam kampanyenya disebutkan, tidak seorang pun boleh mendapatkan bahaya ketika sedang menjalani perawatan di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan. Kenyataannya, ada 134 juta orang pasien rumah sakit per tahun yang mendapatkan bahaya akibat perawatan yang tidak aman di rumah sakit-rumah sakit negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Petaka itu berkontribusi pada kematian 2,6 juta orang setiap tahun di kelompok negara-negara tersebut.
Memperingati 16 tahun hari Keselamatan Pasien, PERSI, IKPRS, dan Penerbit Rayyana melaunching buku berjudul Patient Safety: Harga Mati! Kajian, Sejarah, dan Panduan bagi Manajemen Rumah Sakit dan Tenaga Kesehatan. Buku setebal 330 halaman ini mengungkap sejumlah fenomena, fakta dan panduan yang diharapkan bisa menjadi acuan dan bahan pembelajaran bagi dunia rumah sakit dan kampus.
Ketua PERSI dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes mengungkapkan, buku tersebut membahas perkembangan patient safety dengan pembahasan yang kronologis, sehingga pembaca bisa memahami mengapa pada tahap tertentu muncul suatu postulat, tetapi segera diperbaiki atau diperkaya setelah ada pengkajian lebih lanjut.
“Ini penting untuk meningkatkan pemahaman, terutama karena masalah patient safety bukan pola atau sistem yang harus dipahami kalangan profesional di bidang kesehatan semata seperti dokter atau perawat, tetapi juga harus dipahami masyarakat awam yang pada kondisi yang sedang tidak beruntung harus menyandang status sebagai pasien,” papar Kuntjoro.
Terkait perkembangan patient safety di Indonesia, seperti digambarkan dalam buku tersebut, relatif bersamaan dengan pengembangan yang dilakukan WHO (WHO 2004, Indonesia 2005). Karena itu, peran Indonesia dalam pengembangan patient safety di kancah regional WHO (WHO Regional Asia Tenggara) cukup tampak. Sumbangsih Indonesia juga terlihat dengan lahirnya Deklarasi Jakarta 2007 yang mempertegas pentingnya peran “patient champions” (pasien yang mau berbagai pengalaman kepada dunia) dalam pengembangan patient safety.(***)