JCW Kritisi Kejati DIY Atas Mandegnya Kasus Dugaan Korupsi RSUD Wonosari

YOGYAKARTA – Jogja Corruption Watch (JCW) mengkritisi mandegnya kasus dugaan korupsi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada RSUD Wonosari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY. Sejauh ini, berkas kasus tersebut masih berada di institusi Korps Adhyaksa tersebut.

Padahal, pihak Polda DIY yang menangani kasus tersebut sudah menetapkan dua orang tersangka. Yakni, mantan Direktur RSUD Wonosari Isti Indiani dan Mantan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) RSUD Wonosari, Aris Suryanto. Sayangnya, kedua tersangka tersebut tidak ditahan.

Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan DIY, kerugian negara atas kasus ini senilai Rp. 470 juta. Kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan modus Jasa Pelayanan Medis RSUD Wonosari Tahun Anggaran 2015 yang berasal dari uang pengembalian jasa dokter, laboratorium pada tahun 2009 hingga 2012, dan uang kas biaya umum RSUD Wonosari.

Ironisnya, Aris Suryanto saat ini justru menjabat sebagai Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pada Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Sungguh sangat ironis. Kami mendapat laporan dari masyarakat soal salah satu tersangka yang justru menjabat Sekretaris DLH Pemkab Gunungkidul,” kata Baharuddin Kamba, Direktur Divisi Pengaduan Masyarakat JCW, Senin (30/08/2021).

Menurut Kamba, terkait dengan penanganan kasus tersebut, JCW mendorong pihak Kejati DIY agar dalam waktu yang tidak lama segera melimpahkan berkas kasus tersebut ke Pengadilan Tipikor Yogyakarta dan melakukan penahanan terhadap kedua tersangka.

“Ini penting guna menjunjung tinggi asas equality before the law (kesamaan di hadapan hukum) selain itu kasus ini juga terbilang sudah cukup lama penanganan proses hukumnya. Artinya cukup lamban penanganannya,” tegasnya.

Selain itu, JCW mendesak pada Bupati Gunungkidul Sunaryanta untuk segera menonaktifkan pejabat dalam hal ini Aris Suryanto yang menjabat Sekretaris DLH Pemda Gunungkidul. Penonaktifan tersebut penting dilakukan, agar yang bersangkutan fokus pada kasus hukum yang tengah dijalani.

Dengan menonaktifkan pejabat yang bersangkutan, lanjut Kamba, akan mempermudah proses hukum (pemeriksaan) lebih baik tanpa adanya intervensi.

“Jangan sampai tersangka kasus korupsi mempunyai jabatan dan kekuasaan sehingga mampu menghilangkan alat bukti termasuk melakukan intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan,” tegasnya.

Selanjutnya, JCW meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan supervisi terhadap proses hukum yang tengah ditangani Kejati DIY. Supervisi ini berdasarkan pada Peraturan Presiden (Perpers) Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perpres tersebut merupakan amanat UU KPK yang merinci tentang kewenangan supervisi yang dimiliki oleh KPK.

“Pada pasal 3 disebutkan, supervisi dilakukan dalam bentuk pengawasan, penelitian atau pengelolaan. Bahkan KPK bisa mengambilalih perkara korupsi yang ditantangi Polri maupun Kejaksaan. Kami pastikan, dalam waktu yang tidak lama, JCW akan mengirimkan surat secara resmi kepada KPK agar dapat melakukan suprevisi atas kasus dugaan korupsi di RSUD Wonosari tersebut,” janji Kamba.(****)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *